Rasional Emotif Terapi
17.17
Unknown
RASIONAL EMOTIF TERAPI
Oleh :
Adam Fikrianto 1105095097
Didik Sutrisno 1105095146
Fajrin Nur Huda 1105095071
Firmansyah 1105095108
Hendy Perdanata 1105095126
M. Yusrian Prasetyo 1105095127
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
MULAWARMAN
SAMARINDA
2012
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sebagai suatu kegiatan profesional dan
ilmiah, pelaksaan konseling bertitik tolak dari teori-teori yang dijadikan
sebagai acuannya. Pada umumnya teori diartikan sebagai suatu pernyataan
prinsip-prinsip umum yang didukung oleh data untuk menjelaskan suatu fenomena
teori adalah untuk menggambarkan dan menjelaskan fenomena. Suatu teori yang
baik mempunyai kriteria sebagai berikut: (1) jelas, yaitu dapat
dipahami, dan tidak terdapat pertentangan di dalamnya; (2) komprehensif,
yaitu dapat menjelaskan fenomena secara menyeluruh; (3) eksplisit,
artinya setiap penjelasan didukung oleh bukti-bukti yang dapat diuji; (4) “parsimonius”,
artinya menjelaskan data secara sederhana dan jelas; (5) dapat merumuskan
penelitian yang bermanfaat. Suatu teori juga mempunyai fungsi sebagai
berikut: pertama, meringkaskan dengan menggeneralisasikan suatu kesatuan
informasi; kedua, membantu dalam pemahaman dan penjelasan suatu fenomena
yang kompleks; ketiga, sebagai prediktor bagi sesuatu yang mungkin
terjadi pada suatu kondisi tertentu; dan keempat, merangsang penelitian
dan pengumpulan data lebih lanjut. Salah satu teori yang ada dalam kegiatan
konseling adalah Rational Emotive Therapy (RET) yang berasumsi bahwa
berpikir dan emosi itu bukan merupakan dua proses yang terpisah, tetapi justru
saling bertumpangtindih dan dalam prakteknya kedua hal tersebut saling
berkaitan.
Masalah
yang dialami konseli :
Budi adalah siswa kelas I SMAN 1
Samarinda yang baru saja naik kelas II. Ia berasal dari keluarga petani yang
terbilang cukup secara sosial ekonomi di desa pedalaman L3, sebagai anak satu-satunya
semula orang tuanya berkeberatan setamat SLTP anaknya melanjutkan ke SMU di
SMAN 1 Samarinda; orang tua sebetulnya berharap agar anaknya tidak perlu
susah-susah melanjutkan sekolah ke kota, tapi atas bujukan wali kelas anaknya
saat pengambilan STTB dengan berat merelakan anaknya melanjutkan sekolah.
Pertimbangan wali kelasnya karena Budi terbilang cerdas diantara teman-teman
yang lain sehingga wajar jika bisa diterima di SMAN favorit. Sejak diterima di
SMAN 1 Samarinda di satu pihak Budi bangga sebagai anak desa toh bisa diterima,
tetapi di lain pihak mulai minder dengan teman-temannya yang sebagian besar
dari keluarga kaya dengan pola pergaulan yang begitu beda dengan latar belakang
Budi. Ia menganggap teman-teman dari keluarga kaya tersebut sebagai orang yang
egois, kurang bersahabat, pilih-pilih teman yang sama-sama dari keluarga kaya
saja, dan sombong. Makin lama perasaan ditolak, terisolik, dan kesepian makin
mencekam dan mulai timbul sikap dan anggapan sekolahnya itu bukan untuk dirinya
tidak krasan, tetapi mau keluar malu dengan orang tua dan temannya sekampung;
terus bertahan, susah tak ada/punya teman yang peduli. Dasar saya anak desa, anak
miskin (dibanding teman-temannya di kota) hujatnya pada diri sendiri. Akhirnya
benar-benar menjadi anak minder, pemalu dan serta ragu dan takut bergaul
sebagaimana mestinya. Makin lama nilainya makin jatuh sehingga beban pikiran
dan perasaan makin berat, sampai-sampai ragu apakah bisa naik kelas atau tidak.
B. Rumusan Masalah
Masalah yang terdapat dalam makalah ini dapat
dirumuskan sebagai berikut:
Bagaimana cara
menyelesaikan masalah siswa yang minder dengan pendekatan rasional emotif
terapi?
C. Tujuan Penulisan
Adapun yang
menjadi tujuan dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
Untuk mengetahui masalah siswa yang minder dengan pendekatan Rational
Emotive Therapy.
D.
Manfaat
1. Manfaat Bagi
guru atau wali kelas :
Agar
guru lebih peka memperhatikan seluruh perkembangan kondisi muridnya khususnya
mengenai perkembangan kondisi mentalnya dan sebagai bentuk pembelajaran untuk
lebih intens terus berkomunikasi dengan guru bk dan wali siswa.
2.
Manfaat konselor :
Bermanfaat bagi konselor dalam membantu konseli,
selain itu Menjadi sebuah pengalaman yang baru bagi kami yang
masih awam tentang bagaimana cara mengatasi sebuah permasalahan/kasus pada
umumnya dan khususnya mengenai kasus yang di selesaikan melalui pendekatan
rational emotif therapy (RET).
3.
Manfaat konseli :
Bermanfaat bagi konseli dalam menghadapi masalah yang
ia sedang alami, agar ia dapat mengendalikan dirinya. kemudian mendapatkan
gambaran untuk bisa mengambil keputusan yang lebih baik dalam menyelesaikan
masalahnya di kemudian hari.
4.
Manfaat Orang Tua :
Agar Orang Tua dapat mengerti dan memahami anaknya
yang sedang mengalami masalah dan lebih peka terhadap
kondisi yang di alami oleh anak dan menjadi figur yang lebih perduli terhadap
masalah yang dihadapi anak.
5. Manfaat
Bagi
pembaca pada umumnya :
Dapat
mengambil hikmah atau pelajaran dari permasalahan ini agar keluarga maupun
orang terdekat mereka tidak mengalami nasib yang sama.
BAB II
DASAR TEORI
A.
Konsep
Dasar
Ellis memandang bahwa manusia itu bersifat rasional dan juga
irasional. Orang berperilaku dalam cara-cara tertentu karena ia percaya bahwa
ia harus bertindak dalam cara itu. Orang mempunyai derajat yang tinggi dalam
sugestibilitas dan emosionalitas yang negative seperti kecemasan, rasa berdosa,
permusuhan, dsb. Masalah-masalah emosional terletak dalam berpikir yang tidak
logis. Dengan mengoptimalkan kekuatan intelektualnya, seseorang dapat
membebaskan dirinya dari gangguan emosional. Para penganut teori RET percaya
bahwa tidak ada orang yang disalahkan dalam segala sesuatu yang dilakukannya,
tetapi setiap orang bertanggung jawab akan semua perilakunya.
B.
Tokoh
Ellis. Albert Ellis, merupakan tokoh teori RET ini. Pada
mulanya Ellis mendapat pendidikan dalam psikoanalisa, akan tetapi dalam
pengalaman prakteknya ia merasa kurang meyakini psikoanalisa yang dianggap
ortodoks. Oleh karena itu, berdasarkan pengalaman dan pengetahuannya dalam
teori belajar behavioral, ia mengembangkan suatu pendekatan sendiri yang
kemudian disebut rasional-emotif terapi. Kami memaknai kalimat tersebut sebagai
„simbiosis tersembunyi‟. Artinya bahwa segala sesuatu (peristiwa buruk
sekalipun) pasti ada suatu „penguntungan‟ bagi yang mengalaminya. Hanya saja
„penguntungan‟ tersebut tidak bisa didapat begitu saja kecuali jika kita
menggunakan pikiran (akal) intelektualitas kita untuk mengungkapnya. Berpijak
dari inilah kalimat “…tetapi setiap orang bertanggung jawab akan semua
perilakunya.” pada alinea tersebut mempunyai makna mendalam: bahwa, ketika
„penguntungan‟ itu kita dapatkan dari hasil „membina pikiran‟ untuk
menyibaknya, maka emosi kita terhadap peristiwa (buruk) yang kita alami tidak
akan mengalami gangguan apapun adanya kesempatan berpikir rasional dan logis
terhadap kenyataan.
Unsur pokok terapi rasional-emotif adalah asumsi bahwa
berpikir dan emosi bukan dua proses yang terpisah: pikiran dan emosi merupakan
dua hal yang saling bertumpang tindih dalam prakteknya kedua hal itu saling
berkaitan. Emosi disebabkan dan dikendalikan oleh pikiran. Emosi adalah pikiran
yang dialihkan dan diprasangkakan sebagai suatu proses sikap dan kognitif yang
intristik. Pikiran-pikiran seseorang dapat menjadi emosi orang tersebut, dan
merasakan sesuatu dalam situasi tertentu dapat menjadi pemikiran seseorang.
Atau dengan kata lain, pikiran mempengaruhi emosi dan sebaliknya emosi
mempengaruhi pikiran.
C.
Hakekat
Pandang Terhadap Manusia
Pandangan
dan asumsi tentang hakekat manusia dan kepribadiannya serta konsep-konsep
teoritik dari rasional-emotif adalah sebagai berikut:
1. Memperbaiki dan merubah sikap, persepsi, cara berpikir, keyakinan serta pandangan-pandangan konseli yang irasional dan tidak logis menjadi rasional dan logis agar konseli dapat mengembangkan diri, meningkatkan self-actualization-nya seoptimal mungkin melalui perilaku kognitif dan afektif yang positif.
1. Memperbaiki dan merubah sikap, persepsi, cara berpikir, keyakinan serta pandangan-pandangan konseli yang irasional dan tidak logis menjadi rasional dan logis agar konseli dapat mengembangkan diri, meningkatkan self-actualization-nya seoptimal mungkin melalui perilaku kognitif dan afektif yang positif.
2. Menghilangkan
gangguan-gangguan emosional yang merusak diri sendiri seperti: rasa takut, rasa
bersalah, rasa berdosa, rasa cemas, merasa was-was, dan rasa marah. Sebagai
konseling dari cara berfikir keyakinan yang keliru berusaha menghilangkan
dengan jalan melatih dan mengajar klien untuk menghadapi kenyataan-kenyataan
hidup secara rasional dan membangkitkan kepercayaan nilai-nilai dan kemampuan
diri sendiri.
D. Teknik-Teknik Terapi
Terapi rasional-emotif menggunakan
berbagai teknik yang bersifat kognitif, afektif, dan behavioral yang
disesuaikan dengan kondisi klien. Berikut ini akan dikemukakan beberapa macam
teknik yang dipakai dalam rasional-emotif:
Teknik-teknik
Emotif (afektif):
1. Assertive
Training, yaitu teknik yang digunakan untuk melatih, mendorong dan
membiasakan klien untuk secara terus-menerus menyesuaikan dirinya dengan
perilaku tertentu yang diinginkan.
2. Sosiodrama,
yang digunakan untuk mengekspresikan berbagai jenis perasaan yang menekan
(perasaan-perasaan negatif) melalui suatu suasana yang didramatisasikan
sedemikian rupa sehingga klien dapat secara bebas mengungkapkan dirinya sendiri
secara lisan, tulisan, ataupun melalui gerakan-gerakan dramatis.
3. Self
Modeling, yakni teknik yang digunakan untuk meminta klien agar
“berjanji” atau mengadakan “komitmen” dengan konselor untuk menghilangkan
perasaan atau perilaku tertentu.
4. Imitasi,
yakni teknik yang digunakan di mana klien diminta untuk menirukan secara terus
menerus suatu model perilaku tertentu dengan maksud menghadapi dan
menghilangkan perilakunya sendiri yang negatif.
Dalam mengaplikasi berbagai teknik
konseling rasional-emotif, Albert Ellis menganjurkan untuk menggunakan
dan menggabungkan beberapa teknik tertentu sesuai dengan permasalahan yang
dihadapi klien. Hanya Ellis menyarankan agar teknik Home Work Assigment perlu
digunakan sebagai syarat utama untuk sesuatu terapi atau konseling yang tuntas.
Selanjutnya dikatakan oleh Ellis bahwa meskipun pada mulanya terapi
rasional-emotif dimaksudkan untuk mendorong individu yang mengalami gangguan,
akan tetapi dapat pula digunakan untuk membantu orang dalam mengurangi
kecemasan dan permusuhan serta berguna untuk membantu mewujudkan diri individu.
Bagi para konselor sekolah, terapi rasional-emotif akan sangat membantu karena
pada dasarnya terapi rasional-emotif lebih menggunakan model edukatif daripada
model psikodinamik atau model medik. Dengan demikian para konselor sekolah
dapat menggunakannya bagi siswa-siswa normal di sekolah.
E. Tujuan Konseling
Rasional-Emotif
Berdasarkan pandangan dan asumsi tentang
hakekat manusia dan kepribadiannya serta konsep-konsep teoritik dari RET, tujuan
utama konseling rasional-emotif adalah sebagai berikut:
1. Memperbaiki
dan merubah sikap, persepsi, cara berpikir, keyakinan serta pandangan-pandangan
klien yang irasional dan tidak logis menjadi rasional dan logis agar klien
dapat mengembangkan diri, meningkatkan self-actualization-nya seoptimal
mungkin melalui perilaku kognitif dan afektif yang positif.
2. Menghilangkan
gangguan-gangguan emosional yang merusak diri sendiri seperti: rasa takut, rasa
bersalah, rasa berdosa, rasa cemas, merasa was-was, dan rasa marah. Sebagai
konseling dari cara berfikir keyakinan yang keliru berusaha menghilangkan
dengan jalan melatih dan mengajar klien untuk menghadapi kenyataan-kenyataan
hidup secara rasional dan membangkitkan kepercayaan nilai-nilai dan kemampuan
diri sendiri.
Secara lebih khusus Ellis menyebutkan
bahwa dengan terapi rasional-emotif akan tercapai pribadi yang ditandai dengan:
·
Minat kepada diri sendiri
·
Minat sosial
·
Pengarahan diri
·
Toleransi terhadap pihak lain
·
Fleksibelitas
·
Menerima ketidakpastian
·
Komitmen terhadap sesuatu di luar dirinya
·
Berpikir ilmiah
·
Penerimaan diri
·
Berani mengambil resiko
·
Menerima kenyataan
Sebagai suatu bentuk hubungan yang
bersifat membantu (helping relationship), terapi rasional-emotif
mempunyai karakteristik sebagai berikut:
a.
Aktif-direktif: bahwa dalam hubungan
konseling, terapis/ konselor lebih aktif membantu mengarahkan klien dalam
menghadapi dan memecahkan masalahnya.
b.
Kognitif-eksperiensial: bahwa hubungan
yang dibentuk harus berfokus pada aspek kognitif dari klien dan berintikan
pemecahan masalah yang rasional.
c.
Emotif-eksperiensial: bahwa hubungan yang
dibentuk juga harus melihat aspek emotif klien dengan mempelajari sumber-sumber
gangguan emosional, sekaligus membongkar akar-akar keyakinan yang keliru yang
mendasari gangguan tersebut.
d.
Behavioristik: bahwa hubungan yang
dibentuk harus menyentuh dan mendorong terjadinya perubahan perilaku dalam diri
klien.
e.
Kondisional: bahwa hubungan dalam RET
dilakukan dengan membuat kondisi-kondisi tertentu terhadap klien melalui
berbagai teknik kondisioning untuk mencapai tujuan terapi konseling.
Berikut merupakan gambaran yang harus
dilakukan oleh seorang praktisi rasional-emotif yaitu:
a.
Mengajak, mendorong klien untuk menanggalkan
ide-ide irasional yang mendasari gangguan emosional dan prilaku.
b.
Menantang konseli dengan berbagai ide yang valid
dan rasional.
c.
Menunjukan kepada konseli azas ilogis dalam
berpikirnya.
d.
Menggunakan analisis logis untuk
mengurangi keyakinan-keyakinan irasional konseli.
e.
Menunjukkan bahwa keyakinan-keyakinan irasional
ini adalah “in-operative” dan bahwa hal ini pasti senantiasa mengarahkan
klien pada gangguan-gangguan behavioral dan emosional.
f.
Menggunakan absurdity dan humor
untuk menantang irasional pemikiran klien.
g.
Menjelaskan kepada klien bagaimana ide-ide yang
irasional ini dapat ditempatkan kembali atau disubstitusikan kepada ide-ide
rasional yang harus secara empirik melatarbelakangi kehidupannya.
h.
Mengajar klien bagaimana mengaplikasikan
pendekatan-pendekatan ilmiah, objektif dan logis dalam berpikir dan selanjutnya
melatih diri klien untuk mengobservasi dan menghayati sendiri bahwa ide-ide
irasional dan deduksi-deduksi hanya akan membantu perkembangan perilaku dan
perasaan-perasaan yang dapat menghambat perkembangan dirinya.
F.
Kelebihan dan Kelemahan Rational Emotif Therapy
Berikut ini kami kutip kelebihan dan kelemahan
Rational Emotif Therapy dari http://marabpisurya.blogspot.com/2010/12/terapi-rasional-emotif-kembangkan-dan.html, sebagai berikut :
1. Kelebihan
Rational Emotif Therapy
A. Pendekatan ini cepat
sampai kepada masalah yang dihadapi oleh klien. Dengan demikian, perawatan juga
dapat dilakukan dengan cepat.
B. Para
klien bisa memperoleh sejumlah besar pemahaman dan akan menjadi sangat sadar
akan sifat masalahnya.
C. Kaedah
berfikir logis yang diajarkan kepada klien dapat digunakan dalam menghadapi
masalah yang lain.
D. Klien
merasa dirinya mempunyai keupayaan intelaktual dan kemajuan dari cara berfikir.
E. Menekankan
pada peletakan pemahaman yang baru di peroleh ke dalam tindakan yang
memungkinan pada klien mempraktekkan tingkah laku baru dan membantu mereka
dalam pengkondisian ulang.
2. Kelemahan
Rational Emotif Therapy
A. Ada klien yang boleh
ditolong melalui analisa logis dan falsafah, tetapi ada pula yang tidak begitu
cerdas otaknya untuk dibantu dengan cara yang sedemikian yang berasaskan kepada
logika.
B. Ada
sebagian klien yang begitu terpisah dari realitas sehingga usaha untuk
membawanya ke alam nyata sukar sekali dicapai.
C. Ada
juga sebagian klien yang memang suka mengalami gangguan emosi dan bergantung
kepadanya dalam hidupnya, dan tidak
mau berbuat apa-apa perubahan lagi dalam hidup mereka.
D. Karena pendekatan ini sangat didaktif, terapis perlu mengenal
dirinya sendiri dengan baik dan hati – hati agar tidak hanya memaksakan
filsafat hidupnya sendiri, kepada para kliennya.
E. Terapis yang tidak terlatih memandang terapi sebagai “pencecaran”
klien dengan persuasi, indoktrinasi logika dan nasehat.
F. Pemraktek bisa keliru menggunakan REBT dengan menyempitkannya
menjadi pemberiaan metode penyembuhan.
BAB III
PEMBAHASAN
LANGKAH-LANGKAH
PENGENTASAN MASALAH
1.
Analisis
Pada
tahap ini terlebih dahulu kami perkenalkan data diri konseli sebagai berikut :
Nama : Budi (nama samaran)
Tempat / Tanggal lahir :
Samarinda, 10 Juni 1997
Alamat : L3 desa wonogiri No.43 Rt. 37
Umur : 15 Tahun
Tinggi Badan : 165 cm
Berat Badan : 45 kg
Anak ke : 1
Status : Anak Kandung
Asal Sekolah :
SMA Negeri 1 Samarinda
Kelas : XI - IPS
Wali Kelas :
Sri Susmiati, S.Pd.
Minat / Bakat :
Olahraga (Takraw) dan Seni (Theater dan Melukis)
Data
Orangtua :
Nama ayah : Wagiman
Pekerjaan : Petani
Alamat : L3 desa wonogiri No.43 Rt. 37
Nama Ibu : Lastri
Pekerjaan : Ibu Rumah
Tangga
Alamat : L3 desa wonogiri No.43 Rt. 37
1.
Konseli di lihat
dari keadaan akademik dan non akademik
Berdasarkan hasil laporan belajar (raport) mulai dari
kelas VII sampai dengan kelas X, Budi termasuk anak yang berprestasi berprestasi di bidang akademik.
Kemudian dilihat dari bidang non akademik hasil tes bakat menunjukkan Budi berbakat di bidang seni. Budi tergabung dalam kegiatan ektrakurikuler seni theater
dan Melukis. Budi sering
menjuarai lomba pertandingan seni theater dan Melukis baik tingkat
internal sekolah maupun diluar sekolah. Namun, dari sesi akademik, hasil
laporan belajar, nilai Budi di kelas XI
mengalami penurunan. Laporan wali kelas akhir-akhir ini menyebutkan bahwa Budi sering tidak fokus dalam belajar dan sering sekali
menyendiri. Beberapa hari terakhir ini, Budi juga tidak
hadir dalam kegiatan ektrakurikulernya. Kemampuan
Belajar cukup tinggi dan minat bakatnya cukup besar.
2.
Konseli di lihat
dari keadaan fisik
Berdasarkan hasil asesmen angket dan data pendukung
lainnya, diketahui pertumbuhan fisik Budi tergolong baik dan sehat, penyakit serius yang dideritanya pun tidak
ada. Konseli
mempunyai pertumbuhan fisik yang sangat baik, mulai dari bentuk tubuh yang
cukup ideal, tinggi badan yang normal untuk seusianya.
3.
Konseli di lihat
dari keadaan keluarga
Berdasarkan
hasil data penelusuran mengenai keadaan keluarga, diketahui
Budi merupakan anak tunggal, Kedua orang tua konseli tinggal di Kota Samarinda daerah pedalaman L3
dan konseli di Samarinda tinggal bersama keluarga ayahnya. Kebutuhan Budi dapat terpenuhi walau tidak
selalu karena ia tergolong kurang mampu, orang tuanya merupakan petani. Keluarga Budi tergolong keluarga yang
mudah bergaul dan ramah di lingkungannya, dalam artian sering sekali
bersosialisasi dengan tetangga seperti membagi hasil panen bila berlebih.
Keluarga Budi termasuk keluarga yang kurang mampu.
4.
Konseli di lihat
dari keadaan tingkah laku sosial
Budi
memiliki pergaulan yang baik dan mudah bergaul di sekolah. Ia juga suka membantu teman yang sedang susah, dan suka
menolong sesama.
Namun akhir-akhir ini berdasarkan hasil pengamatan
wali kelas maupun guru BK, Budi diketahui
suka merenung dan menjauhi diri dari pergaulan dengan teman-temannya.
2.
Sintesis
Kesimpulan sementara berdasarkan hasil analisis adalah sebagai
berikut :
1.
Di lihat
dari keadaan akademik dan non akademik :
Budi termaksuk anak yang berprestasi di bidang
akedemik dan non akademik mulai dari kelas VII sampai dengan kelas X, Budi
berbakat di bidang seni theater dan melukis. Nilai Budi mengalami
penurunan prestasi dari sesi akademik, hasil laporan belajar, nilai Budi
di kelas XI mengalami penurunan. Laporan wali kelas akhir-akhir ini menyebutkan
bahwa Budi sering tidak fokus dalam belajar dan sering sekali menyendiri.
Beberapa hari terakhir ini, Budi juga tidak hadir dalam kegiatan
ektrakurikulernya
2.
Di lihat dari keadaan
fisik :
Budi termasuk anak yang tidak memiliki riwayat penyakit serius tertentu.
Budi termasuk anak yang tidak memiliki riwayat penyakit serius tertentu.
3.
Di lihat dari keadaan
keluarga :
Budi adalah anak
tungal dari ayah seorang petani yang bernama Wagiman dan Ibu yang bernama
Lastri sebagai ibu rumah tangga. Kedua orang tua konseli tinggal di Kota Samarinda daerah pedalaman L3
dan konseli di Samarinda tinggal bersama keluarga ayahnya. Mereka adalah keluarga yang kurang
mampu.
4.
Di lihat dari keadaan
tingkah laku sosial :
Akhir-akhir ini Budi
mengalami perubahan tingkah laku sosial menjadi minder ,pemurung dan suka
menyendiri. . Ia minder karena
bukan dari keluarga mampu, sehingga ia berpikir dijauhi teman-temannya. Karena
ia terbiasa berkumpul dan bercengkrama dengan teman-temannya, membuat ia
menjadi tertekan ketika dihadapkan dengan tugas-tugas sekolah yang memakan
banyak waktu, dan juga membuatnya merasa
jenuh serta
mengalami penurunan dari segi prestasi di sekolah.
3.
Diagnosis
Penyebab utama dari Minder dan menyendirinya Budi
dari teman-temannya ialah Karena ia
dijauhi oleh teman-temannya dan bukan dari keluarga yang berada.
4.
Prognosis
Dari
diagnosis di atas kami dapat mengambil langkah-langkah untuk menyelesaikan
masalah tersebut, yaitu :
1.
Mencocokkan kembali data-data yang ada dengan
kenyataan yang ada pada konseli.
2.
Melakukan pendekatan dan terus menjalin
komunikasi secara bertahap.
3.
Mencari akar permasalahan berdasarkan informasi
yang didapat.
4.
Membuat kesepakatan untuk bersama-sama mencari
penyelesaian masalahnya.
5.
Melakukan wawancara konseling.
5.
Treatment
Konseli : Assalamu’alaikum
Konselor : wa’alaikum salam
eh Budi, silahkan
duduk..ada yang bisa bapak bantu? (sambil memegang pundak)
Konseli : ia, saya merasakan minder karena saya
dijauhi
Konselor : kenapa mereka menjauhi kamu, ada masalah?
Konseli : ia pak, saya selalu di ketawakan, dijauhi
karena saya bukan anak dari keluarga yang berada.
Konselor : siapa yang menjauhi kamu
Konseli : geng potlot
Konselo : siapa saja anggota geng potlot, berapa
jumlahnya?
Konseli : saya tidak mau menyebukan namanya, Cuma
kalo anggotanya ada 5 orang
Konselor : Cuma 5 orang? Teman Budi di kelas semuanya
berapa orang?
Konseli : 40 orang siswa pak
Konselor : kalo geng potlot hanya 5 orang, berarti ada
35 orang yang tidak menjauhi kamu
Konseli : ia sih pak
Konselor : berarti lebih banyak yang berteman atau
lebih banyak yang menjauhi Budi?
Konseli : ya…lebih banyak yang tidak menjauh pak…
Konselor : pernah tidak anggota geng itu mengatakan
langsung tidak mau berteman dengan kamu?
Konseli : tidak sih pak, hanya dari gerak gerik
saja, mereka tidak suka dengan saya
Konselor : berarti, apakah itu hanya perasaan mu
saja?
Konseli : o…iya,….mungkin juga pak…
Konselor : Budi, menurut Budi, ada gak kelebihan Budi
? mungkin dalam hal pelajaran?
Konseli : Saya senang membuat puisi pak, bahkan
saya pernah menang lomba waktu Sekolah Dasar tingkat Rukun Tetangga
Konselor : ya…bagus, itu sangat baik sekali untuk Budi
kembangkan.kira- kira dengan kelebihan Budi tadi ada gak yang
bisa Budi lakukan
Konseli : o..ya pak, sebentar lagi kan ada lomba
puisi di acara menyambut idul adha yang diadakan osis, saya
boleh ikut gak?
Konselor : tentu saja Budi, sangat boleh. Kapan kamu
mau mendaftarnya?
Konseli : besok pak
Konselor : baiklah, selain rencana kamu mendaftar
lomba puisi . apa lagi rencanamu untuk menepis perasaan bahwa orang
lain selalu memperhatikan/mempermasalahkan ketidak punyaan
kamu?
Konseli : saya akan memotong rambut saya supaya
terlihat rapih dan saya akan bersikap wajar, dan tidak
mempermasalahkan ketidak punyaan saya
Konselor :
rencana yang bagus, kapan itu rencana itu akan dilaksanakan?
Konseli :
hari ini saya akan ke tukang cukur, supaya besok penampilan saya sudah terlihat segar, dan saya tidak akan
mempermasalahkan pandangan orang lain terhadap
saya
Konselor : bagus…. , bapak bangga kamu dapat mengambil
keputusan sendiri. Ada yang bisa bapak bantu lagi
Konseli : tidak pak , cukup
Konselor : ya…kalo ada yang ingin dibicarakan lagi,
pintu bk selalu terbuka buat Budi. Sekarang Budi mau kemana?
Konseli : mau ke kelas lagi pak. Assalamu’alaikum
Konselor : wa’alaikum salam
Keterangan
:
Attending atau percakapan di awal focus
pembicaraan sangat penting, dengan tujuan si anak merasa nyaman sehingga dia
akan tebuka mengemukakan masalahnya. Bila anak tidak mau bicara berarti
attending kurang berhasil (harus ditingingkatkan lagi) karena itu berarti anak
belum percaya untuk mengemukakan masalahnya pada konselor, konselor harus
berusaha meyakinkan bahwa ia bisa dipercaya untuk memegang rahasia permasalah
konseli.
6.
Follow
up
Dari hasil proses konseling di atas, melakukan
pendekatan melalui wawancara konseling ternyata Budi mampu untuk merasionalkan
diri dan pola pikirnya bahwa yang menjauhi dirinya bukanlah seluruh temannya. Untuk
menambah motivasi percaya diri, Budi ingin mengikuti
lomba puisi dan lebih merapikan penampilan agar tidak berprasangka buruk
terhadap orang lain dan percaya dirinya kembali lagi sehingga dapat bergaul
dengan temannya lagi. Kemudian untuk mengantisipasi hal-hal serupa
terulang kembali, selanjutnya konselor akan tetap menjalin komunikasi terhadap
orang tua, konseli, maupun guru wali kelasnya.
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1. Setelah
diadakan pertemuan konseling, konseli akhirnya merasa tenang dan terbebas dari
semua pemikiran dan mampu melepaskan apa yang selama ini telah menjadi beban
dalam perasaannya.
2. Konseli
sudah mampu mengubah pola pikirnya menjadi lebih positif dan tidak menganggap
segala sesuatunya dari sisi yang tidak baik.
3. Terlepas
dari itu semua, melewati proses yang diberikan oleh konselor akhirnya konseli
pun kembali bersemangat dalam belajar dan kembali masuk sekolah mengikuti
proses belajar dengan baik seperti biasa.
B.
Saran
1. Bagi
konseli
Diharapkan
konseli bisa mengambil pelajaran dan hikmah atas kejadian yang terjadi dari
masalah yang telah dia alami seperti yang diangkat dalam makalah ini dan
setelah melewati beberapa pertemuan konseling kelak diharapkan pula agar
konseli tidak lagi mengulangi kesalahannya dan mampu mengatasi apa yang dia
alami secara mandiri.
2. Bagi
konselor
Sebagai
konselor terus belajar, khususnya belajar dari sebuah pengalaman yang ada.
Seperti dalam kasus ini, konselor pun mendapat pengalaman baru untuk menangani
masalah seorang konseli menggunakan pendekatan rational emotif dan apabila
nantinya mendapatkan kasus yang serupa dan mungkin kiranya harus menggunakan
rational emotif, konselor bisa kembali mengentaskan masalah konseli menggunakan
pendekatan yang sama dengan baik.
3. Bagi
orangtua
Berdasarkan
kasus yang telah terjadi pada konseli / anaknya, hendaknya orangtua bisa
semakin memberikan perhatian dan motivasi kepada anaknya dan terus memantau
bagaimana dan apa kebutuhan anak sebenarnya untuk mengembangkan konsep diri
anak menjadi lebih baik dan positif.
4. Bagi
guru atau wali kelas
Guru semakin tanggap
apabila ada muridnya yang sedang mengalami masalah. Guru selalu mengadakan analisa,
agar lebih cepat mendeteksi masalah apa yang sebenarnya sedang dialami oleh
siswa-siswinya. Kemudian guru atau wali kelas bisa segera mengadakan komunikasi
dengan guru pembimbing untuk mengambil langkah apa yang akan dilakukan untuk
mengentaskan masalah anak.
5. Bagi
pembaca pada umumnya
Pembaca dapat menelaah setiap hal yang ada di
makalah ini, kemudian diharapkan mampu menerapkannya dan bisa membagikan
sedikit ilmu yang ada pada makalah ini sebagai informasi untuk pembelajaran
kepada masyarakat khalayak umum.
DAFTAR PUSTAKA
Elis, A. 1994. Reason and emotion in
psychotherapy (edisi kedua). New York: Birch Lane Press.
Corey G., 1991/1995, Teori dan
Praktek dari Konseling dan Psikoterapi (terjemahan Mulyarto), IKIP Semarang
Pres.
Rosjidan, 1998, Pengantar Teori-teori Konseling, Depdikbud Dirjen PT Proyek P2LPTK, Jakarta
Surya, M., 1988, Dasar-Dasar Konseling Pendidikan, Kota Kembang, Yogyakarta.
Rosjidan, 1998, Pengantar Teori-teori Konseling, Depdikbud Dirjen PT Proyek P2LPTK, Jakarta
Surya, M., 1988, Dasar-Dasar Konseling Pendidikan, Kota Kembang, Yogyakarta.
Posted in
Langganan:
Postingan (Atom)