Studi Kasus Pelanggaran Kode etik

TINDAK KEKERASAN GURU TERHADAP SISWA PADA SAAT PEMBELAJARAN


BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG


    Pendidikan dan pengajaran memang tidak identik dengan kekerasan, baik di masa yang lalu apalagi sekarang ini. Tapi kekerasan sering kali dihubung-hubungkan dengan kedisiplinan dan penerapannya dalam dunia pendidikan. Istilah “tegas” dalam membina sikap disiplin pada anak didik, sudah lazim digantikan dengan kata “keras”. Hal ini kemudian ditunjang dengan penggunaan kekerasan dalam membina sikap disiplin di dunia militer, khususnya pendidikan kemiliteran. Ketika kemudian cara-cara pendidikan kemiliteran itu diadopsi oleh dunia pendidikan sipil, maka cara “keras” ini istilah sekarang adalah kekerasan juga ikut diambil alih di lingkungan sekolah.
Kekerasan dapat terjadi dimana saja, termasuk di sekolah. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh UNICEF (2006) di beberapa daerah di Indonesia menunjukkan bahwa sekitar 80% kekerasan yang terjadi pada siswa dilakukan oleh guru. Belakangan ini masyarakat dikejutkan dengan berita mengenai seorang guru yang menganiaya salah satu siswanya akibatnya siswa tersebut harus dirawat di rumah sakit. Kita tahu bahwa sekolah merupakan tempat siswa menimba ilmu pengetahuan dan seharusnya menjadi tempat yang aman bagi siswa. Namun ternyata di beberapa sekolah terjadi kasus kekerasan pada siswa oleh guru. Kekerasan-kekerasan yang dilakukan oleh guru kepada siswa seperti dilempar penghapus dan penggaris, dijemur di lapangan, dan dipukul. Di samping itu siswa juga mengalami kekerasan psikis dalam bentuk bentakan dan kata makian, seperti bodoh, goblok, kurus, ceking dan sebagainya.
Kuriake mengatakan bahwa di Indonesia cukup banyak guru yang menilai cara kekerasan masih efektif untuk mengendalikan siswa (Phillip, 2007). Padahal cara ini bisa menyebabkan trauma psikologis, atau siswa akan menyimpan dendam, makin kebal terhadap hukuman, dan cenderung melampiaskan kemarahan dan agresi terhadap siswa lain yang dianggap lemah. Lingkaran negatif ini jika terus berputar bisa melanggengkan budaya kekerasan di masyarakat.
Untuk itu, pada kesempatan ini, kita akan membahas mengenai kekerasan pada siswa dan apa yang harus dilakukan oleh masing-masing pihak yang terkait.
Kita sering mendengar kasus kekerasan yang dilakukan oleh guru kepada murid di tv dan koran, diantaranya adalah:
Pamekasan – Seorang guru agama Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 1 Pamekasan, Madura, menggampar seorang siswa kelas 2. Akibatnya, telinga kiri siswa tersebut terus berdengung dan nyaris tidak bisa mendengar.
Siswa tersebut tidak mengetahui penyebab hingga dirinya menjadi sasaran pemukulan guru wanita itu. Aksi pemukulan itu sendiri terjadi Selasa (15/12/2009) siang di ruang kelas. Siswa yang saat itu sedang di ruang kelas tiba-tiba dihampiri sang guru. Setelah mendekat, tiba-tiba tangan kanan guru meninju wajah siswa.
Selain itu tindak kekerasan guru terhadap siswanya adalah:
Surabaya – Kepala Sekolah SMAN 16, membantah melakukan pemukulan terhadap siswa kelas XII IPS 1. Menurutnya, dirinya tidak mempunyai niatan memukul siswanya. Dia mengatakan siswa tersebut dikenal sebagai anak yang nakal dan sering berbuat onar. Ia juga dikenal sebagai ketua kelompok siswa-siswa yang nakal. Pihak sekolah juga sudah mencatat kenakalannya sebanyak 3 kali melakukan pelanggaran di sekolah. Diantaranya, sering mengolok-ngolok gurunya, sering memalak siswa lainnya. Bahkan, saat senam pagi, ia dan kawan-kawannya bercanda dan tidak mau berolah raga. Sumber Berita : http://surabaya.detik.com/read/2009/10/17/183214/1223371/466/kepsek-sman-16-bantah-pukul-muridnya. Dan masih banyak lagi kasus yang mengkaji tentang pemukulan guru kepada siswa.


B. RUMUSAN MASALAH
Adapaun rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Mengapa kekerasan sering terjadi dalam dunia pendidikan?
2.      Bagaimana dampak kekerasan pada siswa?
3.      Bagaimana cara mengatasi kekerasan dalam dunia pendidikan?


C.     TUJUAN
Adapun tujuan pada makalah berikut adalah sebagai berikut:
1.      Mengidentifikasi penyebab terjadinya kekerasan pada siswa oleh guru
2.      Menguraikan dampak kekerasan guru terhadap siswa
3.      Menetapkan solusi yang yang tepat untuk mengatasi kekerasan pada siswa.


BAB II
PEMBAHSAN

A. TINJAUAN KEKERASAN  DARI BERBAGAI LANDASAN


    Kekerasan adalah tindakan yang tidak terpuji dan tentunya sangat bertentangan dengan berbagai landasan dalam pendidikan. Berikut paparan mengenai kekerasan bila ditinjau dari berbagai landasan pendidikan di Indonesia:
Ø  Tinjauan dari Landasan Hukum Pendidikan
Kekerasan dalam pendidikan sangat bertentangan dengan:
1.      pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, “fungsi pendidikan nasional untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
2.       pasal 4 ayat 1 yang menyatakan bahwa pendidikan diselenggarakan secara demikratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi  hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural dan kemajemukkan bangsa (UU Sisdiknas)
3.      Tentang kekerasan fisik, pada pasal 80 UU Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dinyatakan sebagai berikut:
(1)   Setiap orang yang melakukan kekejaman, kekerasan atau ancaman kekerasan, atau penganiayaan terhadap anak, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp 72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).
(2)   Dalam hal anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) luka berat, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(3)   Dalam hal anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) mati, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
(4)   Pidana ditambah sepertiga dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) apabila yang melakukan penganiayaan tersebut orang tuanya.
Kemudian yang berkaitan dengan kekerasan seksual;
Pasal 81
(1)     Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).
(2)     Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula bagi setiap orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.
Pasal 82
“Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).”
(UU Perlindungan Anak)
Selanjutnya secara khusus, undang-undang ini bahkan mengamanatkan bahwa anak-anak wajib dilindungi dari tindak kekerasan yang dilakukan oleh siapapun, termasuk guru di sekolah.
Pasal 54
“Anak di dalam dan di lingkungan sekolah wajib dilindungi dari tindakan kekerasan yang dilakukan oleh guru, pengelola sekolah atau teman-temannya di dalam sekolah yang bersangkutan, atau lembaga pendidikan lainnya.”
(UU Perlindungan Anak)
Jika melihat undang-undang tersebut, sesungguhnya sudah sangat nyata bahwa tindakan kekerasan terhadap anak merupakan tindakan kriminal yang pelakunya akan diproses secara hukum. Tindakan kekerasan dengan bungkus pendidikan juga dapat mengakibatkan pelaku dikenai tindak pidana, sebagaimana disebutkan dalam pasal 80 UU. No. 23 tahun 2002.
Ø  Tinjauan dari Landasan Psikologi Pendidikan
Tindakan kekerasan atau bullying dapat dibedakan menjadi kekerasan fisik dan psikis. Kekerasan fisik dapat diidentifikasi berupa tindakan pemukulan (menggunakan tangan atau alat), penamparan, dan tendangan. Dampaknya, tindakan tersebut dapat menimbulkan bekas luka atau memar pada tubuh, bahkan dalam kasus tertentu dapat mengakibatkan kecacatan permanen yang harus ditanggung seumur hidup oleh si korban.
Adapun kekerasan psikis antara lain berupa tindakan mengejek atau menghina, mengintimidasi, menunjukkan sikap atau ekspresi tidak senang, dan tindakan atau ucapan yang melukai perasaan orang lain.
Dampak kekerasan secara psikis dapat menimbulkan perasaan tidak nyaman, takut, tegang, bahkan dapat menimbulkan efek traumatis yang cukup lama. Selain itu, karena tidak tampak secara fisik, penanggulangannya menjadi cukup sulit karena biasanya si korban enggan mengungkapkan atau menceritakannya.
Dampak lain yang timbul dari efek bullying ini adalah menjadi pendiam atau penyendiri, minder dan canggung dalam bergaul, tidak mau sekolah, stres atau tegang, sehingga tidak konsentrasi dalam belajar, dan dalam beberapa kasus yang lebih parah dapat mengakibatkan bunuh diri.
Ditinjau dari psikologi perkembangan, Havingrust dalam Pidarta (2007:199) menyatakan bahwa perkembangan psikologi pada masa anak-anak adalah membentuk sikap diri sendiri, bergaul secara rukun, membuat kebebasan diri, membentuk kata hati, moral dan nilai, dan mengembangkan sikap terhadap kelompok serta lembaga-lembaga sosial. Tentu saja perkembangan ini akan terhambat dengan adanya kekerasan dalam pendidikan.
Kekerasan yang dilakukan oleh guru sangat bertentangan dengan pendapat Freedman (Pidarta, 2007:220) yang menyatakan bahwa guru harus mampu membangkitkan kesan pertama yang positif dan tetap positif untuk hari-hari berikutnya. Sikap dan perilaku guru sangat penting artinya bagi kemauan dan semangat belajar anak-anak. Jadi, hukuman yang dilakukan oleh guru akan menjadi kesan negatif yang berdampak negatif pula dalam proses belajar anak.
Sekecil apapun dampak yang timbul terhadap praktek kekerasan dalam pendidikan, tetap saja hal ini adalah suatu kesalahan. Sekolah sepatutnya tempat bagi siswa untuk berkembang. Namun, di saat kekerasan terjadi di sekolah, sekolah justru mematikan perkembangan psikologi siswa.
Ø  Tinjauan dari Landasan Filsafat Pendidikan
Menurut Sekjen KPA, Arist Merdeka Sirait, pada tahun 2009 telah terjadi aksi bullying atau kekerasan di sekolah sebanyak 472 kasus. Angka ini meningkat dari tahun 2008,  yang  jumlahnya sebanyak 362 kasus (http://www.lautanindonesia.com/forum/berita-(news)/kekerasan-smun-jakarta-970-82-34-dll)/).
Begitu banyak kekerasan yang terjadi di sekolah merupakan hal yang menyedihkan bagi dunia pendidikan. Kekerasan seharusnya tidak terjadi di negara kita yang berfalsafah Pancasila, apalagi ini terjadi dalam dunia pendidikan. Bangsa kita adalah bangsa yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan yang sesuai dengan sila kedua Pancasila. Segala bentuk kekerasan tentunya melanggar nilai-nilai kemanusiaan khususnya hak asasi manusia. Dan pelanggaran hakasasi manusia akan mendapatkan konsekuensi hukum sesuai dengan perundang-undangan yang belaku di negara kita.

Ø  Tinjauan dari Landasan Sosial Budaya
    Pada landasan sosial budaya, pendidikan diarahkan untuk mengembangkan hubungan antarindividu, individu dan kelompok dan antarkelompok serta mengembangkan nilai-nilai budaya Indonesia. Namun, hal tersebut hanya menjadi wacana saat kekerasan terjadi dalam pendidikan. Siswa tidak dapat mengembangkan hubungan yang baik antarindividu, individu dan kelompok dan antarkelompok ketika “budaya senioritas” masih melekat di sekolah. Di sisi lain, terkikisnya budaya bangsa yang dikenal dunia dengan sopan santunnya akibat maraknya tindak kekerasan khususnya dalam dunia pendidikan.


B. DEFINISI KEKERASAN PADA SISWA
    Secara umum, kekerasan dapat diartikan sebagai suatu tindakan yang tidak menyenangkan atau merugikan orang lain, baik secara fisik maupun psikis. Kekerasan tidak hanya berbentuk eksploitasi fisik semata, tetapi justru kekerasan psikislah yang perlu diwaspadai karena akan menimbulkan efek traumatis yang cukup lama bagi si korban. Dewasa ini, tindakan kekerasan dalam pendidikan sering dikenal dengan istilah bullying. Pada kenyataannya, praktik bullying ini dapat dilakukan oleh siapa saja, baik oleh teman sekelas, kakak kelas ke adik kelas, maupun bahkan seorang guru terhadap muridnya. Terlepas dari alasan apa yang melatarbelakangi tindakan tersebut dilakukan, tetap saja praktik bullying tidak bisa dibenarkan, terlebih lagi apabila terjadi di lingkungan sekolah.
    Menurut Blask (1951) kekerasan, violence, adalah pemakaian kekuatan, force, yang tidak adil, dan tidak dapat dibenarkan, yang disertai dengan emosi yang hebat atau kemarahan yang tak terkendali, tiba-tiba, bertenaga, kasar, dan menghina. Kekuatan itu, biasanya kekuatan fisik, disalahgunakan terhadap hak-hak umum, terhadap aturan hukum dan kebebasan umum, sehingga bertentangan dengan hukum. Menurut Webster, kekerasan adalah  rough or injurious physical force, action, or treatment, or an unjust or unwarranted exertion of force or power, as against rights, laws, etc. (Webster). Menurut UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Nomor 23 tahun 2004, pasal 1 ayat (1), kekerasan adalah perbuatan terhadap seseorang, terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikologis, dan atau penelantaran rumah tangga, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkungan rumah tangga. Menurut KUHP, pasal 89,  melakukan kekerasan artinya mempergunakan tenaga atau kekuatan jasmani yang tidak kecil atau sekuat mungkin, secara tidak sah, misalnya memukul dengan tangan atau dengan segala macam senjata, menyepak, menendang, dan sebagainya, sehingga orang yang terkena tindakan itu merasa sakit yang sangat.
    Maraknya tayangan-tayangan kekerasan dalam dunia pendidikan, khususnya yang dilakukan oleh guru terhadap siswanya ataupun oleh siswa terhadap temannya, seharusnya mampu membuka atau menggugah hati kita sebagai seorang pendidik, bahwa tidak tertutup kemungkinan praktik bullying tersebut terjadi pula di lingkungan sekolah kita masing-masing.
    Pelecehan sekecil apapun atau hukuman yang berlebihan turut andil menabur benih kekerasan dalam diri generasi muda. Karena itu, tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan tujuan pendidikan harus sesegera mungkin di tiadakan, agar lingkaran setan yang menjadi bencana dunia pendidikan dapat segera terputus.


C. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KEKERASAN DALAM DUNIA PENDIDIKAN
    Penyebab kekerasan terhadap peserta didik bisa terjadi karena guru tidak paham akan makna kekerasan dan akibat negatifnya. Guru mengira bahwa peserta didik akan jera karena hukuman fisik. Sebaliknya, mereka membenci dan tidak respek lagi padanya. Kekerasan dalam pendidikan terjadi karena kurangnya kasih sayang guru. Seharusnya guru memperlakukan murid sebagai subyek, yang memiliki individual differences (Eko Indarwanto,2004). Juga, karena kurang kompetensi kepala sekolah membimbing dan mengevaluasi pendidik di sekolahnya. Orangtua mesti ikut mengurangi mengatasi kekerasan di sekolah dalam bentuk hukuman fisik, karena sekolah bukan gedung pengadilan. Komite Sekolah mesti mengatasi dan meniadakan praktik kererasan, yang bertentangan dengan tujuan pendidikan di sekolah, agar tidak muncul kelak guru yang kasar, tidak menghormati orang lain, pemarah, pembenci dan sebagainya. Kekerasan bisa terjadi karena pendidik sudah tidak atau sangat kurang memiliki  rasa kasih sayang terhadap murid, atau dahulu ia sendiri diperlakukan dengan keras.
Selain itu kekerasan oleh guru pada siswa disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut:
a.       Kurangnya pengetahuan guru bahwa kekerasan itu tidak efektif untuk memotivasi siswa     atau merubah perilaku,
b.      Persepsi guru yang parsial dalam menilai siswa. Misalnya, ketika siswa melanggar, bukan     sebatas menangani, tapi mencari tahu apa yang melandasi tindakan itu,
c.       Adanya hambatan psikologis, sehingga dalam mengelola masalah guru lebih sensitive dan     reaktif,
d.      Adanya tekanan kerja guru: target yang harus dipenuhi oleh guru, seperti kurukulum,     materi, prestasi yang harus dicapai siswa, sementara kendala yang dihadapi cukup besar,
e.       Pola yang dianut guru adalah mengedepankan factor kepatuhan dan ketaatan pada siswa,     mengajar satu arah (dari guru ke murid),
f.       Muatan kurikulum yang menekankan pada kemampuan kognitif dan cenderung     mengabaikan kemampuan efektif, sehingga guru dalam mengajar suasananya kering,     stressful, tidak menarik, padahal mereka dituntut mencetak siswa-siswa berprestasi,
g.      Tekanan ekonomi, pada gilirannya bisa menjelma menjadi bentuk kepribadian yang tidak     stabil,seperti berpikir pendek, emosional, mudah goyah, ketika merealisasikan rencana-    rencana yang sulit diwujudkan.


D. DAMPAK KEKERASAN PADA SISWA.
    Dampak yang akan muncul dari kekerasan akan melahirkan pesimisme dan apatisme dalam sebuah generasi. Selain itu terjadi proses ketakutan dalam diri anak untuk menciptakan ide-ide yang inovatif dan inventif. Kepincangan psikologis ini dapat dilihat pada anak-anak sekolah saat ini yang cenderung pasif dan takut berbicara dimuka kelas, bolos ketika guru galak mengajar. Sedangkan dalam keluarga, anak yang sering diberi hukuman fisik akan mengalami gangguan psikologis dan akan berperilaku lebih banyak diam dan selalu menyendiri selain itu terkadang melakukan kekerasan yang sama terhadap teman main, kekerasan terhadap adik kelas, terjadi senioritas dan kekerasan lain dalam dunia pendidikan.
Apa saja dampak kekerasan pada siswa? Kekerasan yang terjadi pada siswa di sekolah dapat mengakibatkan berbagai dampak fisik dan psikis, yaitu:
•    kekerasan secara fisik mengakibatkan organ-organ tubuh siswa mengalami kerusakan seperti memar, luka-luka, dll.
•    trauma psikologis, rasa takut, rasa tidak aman, dendam, menurunnya semangat belajar, daya konsentrasi, kreativitas, hilangnya inisiatif, serta daya tahan (mental) siswa, menurunnya rasa percaya diri, inferior, stress, depresi dsb. Dalam jangka panjang, dampak ini bisa terlihat dari penurunan prestasi, perubahan perilaku yang menetap,
•    siswa yang mengalami tindakan kekerasan tanpa ada penanggulangan, bisa saja menarik diri dari lingkungan pergaulan, karena takut, merasa terancam dan merasa tidak bahagia berada diantara teman-temannya. Mereka juga jadi pendiam, sulit berkomunikasi baik dengan guru maupun dengan sesama teman. Bisa jadi mereka jadi sulit mempercayai orang lain, dan semakin menutup diri dari pergaulan.
•    Hukuman fisik biasanya dijalankan oleh guru di bawah kondisi tekanan emosional yang dipicu oleh perilaku murid. Akibat langsung pada pendidik sesudah melaksanakan hukuman fisik yaitu naiknya tekanan darah, disusul dengan turunnya ketegangan emosi. Ini sebenarnya timbul dari kehendaknya sendiri, self reinforced. Si guru akan berkata “Sekarang aku sudah merasa baik lagi”. Situasi ini menuntut kendali-diri pendidik demi kepentingan jangka panjang peserta didik.
•    Murid yang mengalami hukuman fisik akan memakai kekerasan di keluarganya nanti, sehingga siklus kekerasan makin kuat. Gershoff, yang meneliti kasus ini selama 60 tahun sejak 1938, menemukan sejumlah perilaku negatif akibat dari kekerasan, seperti perilaku bermasalah dalam agresi, anti-sosial, dan gangguan kesehatan mental. Kekerasan tidak mengajar murid untuk bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, dan tidak menghentikan perilaku keliru jika mereka ada di luar pantauan orangtua dan guru (Ad hoc Corporal Punishment Committee (2003)
•    Murid itu, sebagai korban, kehilangan haknya atas pendidikan, dan haknya untuk bebas dari segala bentuk kekerasan fiisik dan mental yang tidak manusiawi. Martabat mereka direndahkan. Pertumbuhan dan perkembangan diri mereka dihambat.


E. SOLUSI MASALAH
    Karena sekolah dan guru yang kurang tegas maka murid jadi bebas sehingga tidak mengindahkan norma-norma dan peraturan yang ada. Misalnya murid akan berpenampilan seenaknya sendiri seperti preman atau spg, bebas bolos sekolah tanpa hukuman yang berat, bebas melakukan kenakalan di luar batas kewajaran, meremehkan guru, dan lain sebagainya.
    Oleh karena itulah maka diperlukan peran pemerintah untuk membuat delapan standar pendidikan yang baik yang dapat membuat murid takut dalam artian yang baik. Guru seharusnya boleh menghukum siswa yang nakal dan tidak disiplin dengan sedikit kekerasan dan hukuman fisik agar para siswa-siswi takut dan terpacu untuk belajar, patuh, taat, hormat, disiplin, bertanggung jawab, tahu aturan, dan lain sebagainya.
Beberapa solusi yang diberikan untuk mengatasi kekerasan pada siswa di sekolah diantaranyan adalah sebagai berikut:
a.   Menerapkan pendidikan tanpa kekerasan di sekolah
b.   Mendorong/mengembangkan humaniasi pendidikan;
    - Menyatupadukan kesadaran hati dan pikiran,
    - Membutuhkan keterlibatan mental dan tindakan sekaligus,
    - Suasana belajar yang meriah,gembira dengan memadukan potensi fisik, psikis, menjadi            suatu kekuatan yang integral.
c.       Hukuman yang di berikan berkolerasi dengan tindakan anak,
d.      Terus menerus membekali guru untuk menambah wawasan pengetahuan, kesempatan,     pengalaman baru untuk mengembangkan kreativitas mereka.
e.       Konseling.Bukan siswa saja membutuhkan konseling, tapi juga guru. Sebab guru juga     mengalami masa sulit yang membutuhkan dukungan, penguatan, atau bimbingan untuk     menemukan jalan keluar yang terbaik.
f.       Segera memberikan pertolongan bagi siapa pun juga yang mengalami tindakan kekerasan     di sekolah,dan menindak lanjuti serta mencari solusi alternatif yang terbaik.
    Secara yuridis, tindakan kekerasan diselesaikan secara hukum, litigasi atau non-litigasi. Menurut pasal 1365 KUHPdt, “Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.” Pasal 1366 menetapkan bahwa “Setiap orang bertanggungjawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena kelalaian, atau kurang hati-hatinya.” Pasal 1367 menetapkan bahwa guru sekolah bertanggung-jawab tentang kerugian yang diterbitkan oleh murid selama waktu murid itu berada di bawah pengawasan mereka, kecuali, jika mereka dapat membuktikan bahwa mereka tidak dapat mencegah perbuatan yang mesti mereka seharusnya bertanggungjawab.   Dalam Hukum Pidana, perbuatan kekerasan bisa digolongkan sebagai perbuatan pidana, umpama kejahatan kesusilaan, penghinaan, penganiayaan.
    Ada 7 hal yang harus dipahami dan kemudian diterapkan oleh pendidik untuk memperoleh kepercayaan anak didik agar mencapai maksud dari pendidikan itu, tanpa harus menggunakan kekerasan.
1. Tindakan alternatif
    Cara pendidikan tanpa kekerasan digambarkan sebagai sebuah cara ketiga atau alternatif ketiga, setelah tindakan menyalahkan dan aksi kekerasan karena hal itu. Seorang pendidik yang melihat kesalahan seorang siswa, mempunyai tiga pilihan setelah itu, apakah dia akan menyalahkannya, menggunakan kekerasan untuk memaksa siswa memperbaiki kesalahan itu atau menggunakan cara ketiga yang tanpa kekerasan.
    Menahan diri untuk tidak menyalahkan tentu bukan perkara mudah bagi orang dewasa apabila melihat sebuah kesalahan dilakukan oleh anak di depan matanya. Tapi perlu diingat bahwa sebuah tudingan bagaimanapun akan berbuah balasan dari anak, karena secara insting dia akan mempertahankan dirinya. Reaksi atas sikap anak yang membela diri inilah yang ditakutkan akan berbuah kekerasan dari pendidik terhadap anak didik.
2. Keakraban penuh keterbukaan
    Keakraban maksudnya berbagi dengan orang lain dengan tidak membeda-bedakan anak-anak didik, dan terbuka adalah tidak menutup-nutupi hal apa pun atau mencoba mengambil keuntungan dari hal-hal yang tidak diketahui siswa. Sebuah keakraban yang penuh keterbukaan hanya bisa terjalin apabila adalah rasa persaudaraan kemanusiaan antara pihak pendidik dan siswa.
    Di dalam keakraban ada kasih sayang, keramahan, sopan-santun, saling menghargai dan menghormati. Sedang keterbukaan mengandung unsur kejujuran, kerelaan dan menerima apa adanya.
Keakraban yang terbuka ini ibarat pintu bagi masuknya sebuah kepercayaan. Ketika anak didik sudah merasakan keakraban yang terbuka dari gurunya, maka dia dengan senang akan mendengarkan apa pun yang disampaikan oleh sang guru.
3. Komunikasi yang jujur
    Penipuan adalah sesuatu yang sulit dipisahkan dari kekerasan, disebabkan kurangnya rasa hormat kepada orang lain atau takut terhadap kenyataan.  Tindakan dengan kasih sayang didasarkan pada ukurannya dalam kebenarannya setiap orang, yang tidak bisa memisahkan dirinya dari kebenaran dan kenyataan.
    Jadi, untuk menjadi benar kepada diri sendiri, kita juga harus benar terhadap orang lain.  Sampaikan kepada anak didik kebenarannya; arahkan kemarahan kita terhadap kesalahannya, bukan kepada orangnya. Temukan solusi dalam konflik dan kesalahpahaman, dan itu tidak bisa dibangun apabila kita menggunakan kebohongan dan penipuan.
4. Hormati Kebebasan dan Persamaan
    Di dalam pendidikan tanpa kekerasan ini, kita semuanya bebas dan setara, setiap orang mendengarkan suara nurani sendiri dan saling berbagi perhatian.  Lalu kemudian dengan bebas diputuskan, berdasarkan pada semua pertimbangan individu-individu, bagaimana keinginan bersama ingin diwujudkan.  Dengan demikian kita harus mengenali dengan jelas kebebasan memilih dan hak yang sama setiap orang untuk mengambil bagian dalam kegiatan itu.
    Yang lebih penting lagi adalah kita menyadari persamaan semua manusia dan menghormati kebebasan anak didik sama seperti kita menghendaki kebebasan kita sendiri dihormati.  Tindakan tanpa kekerasan bukanlah bentuk usaha untuk mengendalikan yang lain atau penggunaan paksaan terhadap mereka.  Jika kita mencintai anak didik, kita menghormati otonomi mereka untuk membuat keputusan-keputusan mereka sendiri. Kita pasti dapat berkomunikasi dengan mereka, dan kita bahkan dapat menghadapi mereka dengan kehadiran kita untuk memaksa mereka tanpa kekerasan untuk membuat sebuah pilihan, jika kita yakin mereka telah melakukan kesalahan.  Perbedaan yang penting adalah kita tidak memaksa mereka secara fisik atau dengan kasar untuk mencapai apa yang kita inginkan.
5. Rasa kasih yang berani
    Bertentangan dengan kepercayaan umum, pendidikan tanpa kekerasan bukan sebuah metoda pasif dan lemah, dan itu pasti bukan untuk para penakut. Tindakan tanpa kekerasan lebih banyak membutuhkan keberanian dibanding perkelahian dengan kekerasan seperti dalam peperangan, meski tampaknya itu semacam keberanian.  Karena jika kita melihat lebih jauh penggunaan senjata merupakan kompensasi dari rasa takut terhadap lawan. Dan tindakan kekerasan merupakan bukti adanya perasaan takut lawan lebih dulu melakukannya terhadap kita. Jadi melakukan tindakan tanpa kekerasan menunjukkan ketinggian martabat yang penuh keberanian.
    Rasa kasihan adalah anugerah kepada hati kita.  Rasa kasihan bisa digambarkan sebagai kasih yang tidak hanya berempati terhadap orang lain di dalam merasakan apa yang mereka alami, tetapi juga mempunyai keberanian dan kebijaksanaan untuk melakukan sesuatu terhadap hal itu.  Di dalam rasa kasihan, kita tidak melampiaskan kemarahan dan rasa benci kepada anak didik yang melakukan kesalahan, namun dengan kemurahan hati dan kepedulian, kita memperbaikinya.  Rasa kasihan datang dari rasa kesatuan dengan orang lain, memperluas hati kita sehingga kita bisa merasakan empati atas penderitaan orang lain dan menolong mereka.
6. Saling mempercayai secara penuh
    Cara dengan kasih sayang didasarkan pada keyakinan bahwa jika kita bertindak dengan cara yang baik tidak akan pernah merugikan bagi siapapun, dan akan menghasilkan kebaikan juga.  Alih-alih mengendalikan anak didik dengan ancaman dan kekuasaan kita, lebih baik menggunakan kecerdasan masing-masing pihak untuk memecahkan masalah dengan komunikasi yang baik dan negosiasi.
    Untuk mempercayai anak didik secara penuh kita harus melepaskan kepercayaan itu dari kendali kita sendiri, dan membiarkan situasi memprosesnya.  Tentu saja melepaskan kepercayaan tidak berarti kita mempercayai dengan membabi buta.  Kita harus tetap memonitor apa yang terjadi dan memantau hasilnya secara terus menerus.
7. Ketekunan dan kesabaran
    Dalam pendidikan tanpa kekerasan, kesabaran adalah kebaikan yang bersifat revolusioner.  Kesabaran bukanlah sebuah pembiaran tanpa tindakan apa pun, tetapi peningkatan kualitas dari sebuah pertolongan yang bertahan pada tuntutannya, dan melanjutkannya dengan cara cerdas penuh ketenangan.  Ketika kita terperangkap dalam situasi konflik, emosi kita sering sangat aktif dan bergolak.  Kita harus hati-hati dengan reaksi tanpa pemikiran atas apa yang sedang kita lakukan dan konsekuensi-konsekuensi yang mungkin terjadi.  Kesabaran memberikan kepada kita waktu untuk berpikir tentang tindakan-tindakan kita agar terhindar dari kekerasan dan bertindak efektif.  Lebih baik menunggu dan kehilangan sebuah peluang kecil dibandingkan terburu-buru namun menemui sesuatu yang bodoh dan tidak dipersiapkan.  Peluang baru pasti akan muncul kemudian, jika kita berusaha memecahkan persoalan, karena di lain waktu kita akan siap untuk bertindak dengan cara yang baik.
    Tidak seperti cara militer yang cepat dan kasar, pendidikan tanpa kekerasan bersifat melambat dan dimulai dengan peringatan-peringatan untuk memberikan kesempatan kepada anak didik secara sadar berpikir bagaimana seharusnya.  Kita tidak menghendaki anak didik bereaksi dengan cepat secara insting.  Kita menghendaki anak didik mengetahui metoda-metoda kita sehingga mereka dapat menanggapi sama tenang dan cerdasnya.
    Ketekunan juga berarti kita harus fleksibel di dalam strategi dan taktik kita.  Jika metodanya tidak berhasil, kita perlu mencoba cara lain.  Jika jalannya mendapatkan halangan, kita dapat beralih ke hal lain yang juga memerlukan perhatian.  Jika anak didik seperti kehilangan minatnya, kita dapat dengan kreatif mencoba pendekatan baru terhadap permasalahan.
    Pendidikan tanpa kekerasan harus dipenuhi kesabaran dan memaafkan dan di saat yang sama gigih dalam membantu.  Ketika anak didik mengakui bahwa mereka sudah melakukan kesalahan, kita harus menunjukkan sifat pemaaf kepada mereka.  Sasaran terakhir dari pendidikan tanpa kekerasan bukanlah kemenangan atas anak-anak didik kita tetapi menemukan sebuah kehidupan yang harmonis antara pendidik sebagai orang tua, bersama-sama dengan anak didik dalam damai dan keadilan.



BAB III
PENUTUP

    Dari penjelasan di atas, yang terpenting untuk menanggulangi munculnya praktik bullying di sekolah adalah ketegasan sekolah dalam menerapkan peraturan dan sanksi kepada segenap warga sekolah, termasuk di dalamnya guru, karyawan, dan siswa itu sendiri.
    Kekerasan dalam pendidikan sangat bertentangan dengan berbagai landasan dalam pendidikan antara lain, landasan hukum, psikologi, sosial budaya dan filsafat. Hal ini dapat dicegah apabila guru melaksanakan 7 prinsip pendidikan tanpa kekerasan.
    Diharapkan, dengan penegakan displin di semua unsur, tidak terdengar lagi seorang guru menghukum siswanya dengan marah-marah atau menampar. Dan diharapkan tidak ada lagi siswa yang melakukan tindakan kekerasan terhadap temannya. Sebab, kalau terbukti melanggar, berarti siap menerima sanksi.
    Kita semua berharap kisah-kisah suram kekerasan oleh pendidik dan orang tua secara umum tidak terjadi lagi. Pendidikan dengan kekerasan hanya akan melahirkan traumatis-traumatis yang berujung pada pembalasan dendam, dan kita semua pasti tidak menghendaki hal demikian terus berlanjut tanpa berkeputusan, kemudian melahirkan generasi-generasi penuh kekerasan.


DAFTAR PUSTAKA

Anwariansyah. 2009. 7 Prinsip Pendidikan Tanpa Kekerasan.
http://www.wikimu.com/News/DisplayNews.aspx?ID=14997 diakses jam 5:42, 15 oktober 2012
Bahtiar, M. Hariman, Fenomena Kekerasan dan Pendidikan Kita.
Gunawan, Deden. Kekerasan di Sekolah. http://www.lautanindonesia.com/forum/berita-(news)/kekerasan-smun-jakarta-970-82-34-dll)/ diakses jam 5:42, 15 oktober 2012
Hardianti. 2008. Kekerasan dalam Pendidikan. http://hardianti.blogspot.com/2008/03/kekerasan-dalam-pendidikan.html diakses jam 5:42, 15 oktober 2012
Muchtar, fathuddin. 2008. Kekerasan di Sekolah; Ironi Pendidikan di Indonesia. http://www.yayasan-samin.org/index.php?option=com_content&view=article&id=19%3Akekerasan-di-sekolah-ironi-pendidikan-di-indonesia&catid=13%3Aarticles&Itemid=16&lang=in diakses jam 5:42, 15 oktober 2012
NN. 2007. Kekerasan di Sekolah “Puncak Gunung Es” Problem Pendidikan. http://beritasore.com/2007/04/14/kekerasan-di-sekolah-puncak-gunung-es-problem-pendidikan/ diakses jam 5:42, 15 oktober 2012
NN. 2009. Menyikapi Fenomena Kekerasan dalam Pendidikan. http://www.tribunjabar.co.id/read/artikel/4781/menyikapi-fenomena-kekerasan-dalam-pendidikan diakses 3 Desember 2009 diakses jam 5:42, 15 oktober 2012
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
Yanuar,andy.2009. Digampar Guru, Siswa Pamekasan Ngaku Telinganya Berdengung. http://surabaya.detik.com/read/2009/12/15/141237/1260501/475/digampar-guru-siswa-pamekasan-ngaku-telinganya-berdengung. diakses jam 5:42, 15 oktober 2012


PROSEDUR BIMBINGAN KELOMPOK BK

PROSEDUR BIMBINGAN KELOMPOK BK
Tahap Pembentukan atau Perencanaan
1.      Memberikan salam pembuka dan menerima anggota kelompok secara terbuka.
Contoh Dialog :

Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillah pada hari ini kita bisa bertemu dan berkumpul dengan keadaan yang sehat tanpa ada halangan satupun. Sebelumnya saya mengucapkan terimakasih atas kesukarelaan teman-teman karena dapat meluangkan waktu untuk bersedia hadir di ruangan ini untuk melaksanakan kegiatan pada hari ini.

2.      Menjelaskan pengertian dan asas bimbingan kelompok
Contoh Dialog :

Baiklah, disini kita akan melakukan kegiatan bimbingan kelompok. Sebelumnya, saya akan menjelaskan apa bimbingan kelompok itu. Dalam kegiatan ini, kita akan membahas masalah-masalah yang bersifat umum maupun pribadi. Saya berharap kita semua bisa berkata jujur apa adanya, saling terbuka satu sama lain, tidak ada yang ditutup-tutupi. Selain itu, kita harus menjaga kerahasiaan apa yang nanti akan kita bahas bersama, tidak boleh ada orang lain yang tahu. Saya juga berharap teman-teman datang kesini atas dasar sukarela, tanpa ada paksaan dari orang lain…………..

3.      Berdoa
Contoh Dialog :

Baiklah  untuk mengawali kegiatan hari ini alangkah baiknya kita berdoa agar pada kegiatan hari ini dapat berjalan dengan kelancaran tanpa ada gangguan apapun, berdoa sesuai agama dan kepercayaan masing-masing, berdoa dipersilahkan……..
Selasai………

4.      Perkenalan
Contoh dialog :

Agar proses berjalan lancar ada baiknya kalau kita berkenalan terlebih dahulu. Coba kalian memperkenalkan diri masing-masing di mulai dari samping kanan saya.

    Dimulai dari salah satu anggota memperkenalkan diri dan dilanjutkan anggota kelompok. Masing-masing memperkenalkan diri di hadapan anggota lainnya. Agar saling mengenal untuk kelancaran proses kegiatan tersebut.

    Dalam tahap ini kami telah saling mengenal, sebelum pembentukan kelompok ini. Kelompok kami pada awalnya terdiri dari dua kelompok yang di gabungkan menjadi satu, kelompok kami terdiri atas enam laki-laki dan empat perempuan. Setelah membentuk kelompok, kami membentuk susunan kelompok yang terdiri dari ketua, wakil, sekertaris, anggota. Masing-masing anggota kelompok kami mempunyai tujuan yang sama agar terselesaikannya tugas yang diberikan oleh dosen kami, dan kami mampu memahami dan mengerti materi yang di berikan yaitu Prosedur Bimbingan Kelompok, dalam pembentukan kelompok kami membuat kesepakatan yang kami buat agar setiap anggota mampu melakukan tugasnya masing-masing.
Setelah kami membentuk dan menentukan anggota, lalu kami membuat struktur dalam kelompok kami berdasarkan keputusan bersama, antara lain :
1.1.    Ketua, atas nama Eka Mulimin Ma’rif. Dalam penunjukan ketua ini, hal-hal yang kami pertimbangkan antara lain yang bersangkutan kami pandang mampu memimpin kelompok dengan jujur dan tegas dalam mengatur pembagian job desk masing-masing.
1.2.    Wakil, atas nama Seftiyani Falaqiah. Dalam penunjukkan wakil ini, hal-hal yang dipertimbangkan karena teman-teman lebih mempercayakan Sefti, karena dipandang memiliki kecakapan dan bertanggung jawab sebagai wakil ketua kelompok.
1.3.    Sekretaris, atas nama Jumriah Muslin. Yang bersangkutan kami pilih karena menurut kami yang bersangkutan memiliki kemampuan untuk menjadi sekretaris yang bisa membantu pekerjaan ketua dan wakil kelompok ini.
1.4.    Bendahara, atas nama Arpiani Nurlita Adha. Yang bersangkutan kami pilih sebagai bendahara karena menurut kami sangat teliti dan terbuka dalam hal mengatur dan menghitung keuangan dalam kelompok kami.
1.5.    Serta anggota atas nama Adam Fikrianto, Agustinus, Didik Sutrisno, Fajrin Nur Huda, Hendy Perdanata, M. Yusrian Prasetyo, Mariatul Qibtiyah.

5.      Kesepakatan waktu
Contoh Dialog :

Dalam kegiatan ini, kita perlu menentukan kesepakatan waktu, agar kegiatan berjalan lancar sesuai dengan apa yang kita harapkan.
Berapa menit waktu yang kita sepakati?
Baik kalau begitu… kita sepakat, dalam tiap pertemuan kita hanya membutuhkan waktu 120 menit.


Tahap Peralihan
1.      Menjelaskan kembali tentang sekilas tentang bimbingan kelompok kepada para anggota  kelompok.
Contoh Dialog :

Baiklah teman-teman, disini saya akan mengingatkan kembali apa kegiatan bimbingan kelompok itu. Disini kita akan membahas masalah-masalah yang bersifat umum maupun pribadi. Kita akan membahas bagaimana cara mencari solusi atau penyelesaiannya.

2.      Mengembalikan suasana kegiatan dan menanyakan kesiapan para anggota kelompok
Contoh Dialog :

Kita fokus yah teman-teman pada apa yang kita bicarakan jangan ada yang saling mendahului artinya kita harus saling menghargai satu dengan yang lainnya. Bagaimana teman-teman, apa kalian sudah siap?
3.      Pemberian contoh topik yang akan dibahas
Contoh Dialog :

Dalam kegiatan ini kita akan membahas masalah yang bersifat umum maupun pribadi, contohnya kita akan membahas masalah “Penurunan Prestasi Belajar”. Disini kalian dituntut untuk mengemukakan pendapat, saran maupun kritik. Untuk itu saya akan menyerahkan semua pada kalian mengenai topik apa yang akan kalian bahas.

    Dalam tahapan ini, kami mulai membentuk susunan dalam kelompok yaitu, Ketua, Wakil , Sekertaris, dan anggota. Sebelum kami menentukan susunan kelompok, kami berdiskusi mengenai siapa-siapa saja anggota kelompok yang mempunyai kemampuan untuk menjadi ketua, wakil, sekertaris.

Tahap Kegiatan
1.      Mengemukakan Topik
Pemimpin kelompok mulai menanyakan topik apa yang akan dibahas dan menyerahkan kepada anggota kelompok.
Contoh Dialog :

Setelah saya memberikan sedikit contoh, sekarang apa topik yang kalian akan bahas pada kesempatan hari ini? Coba kalian pikirkan baik-baik…
Nanti kita putuskan dan sepakati bersama.

2.      Tanya Jawab
Dalam segmen ini teman-teman melakukan proses tanya jawab untuk bahan diskusi.
Contoh Dialog :

Baiklah teman-teman setelah kalian memilih topik yang akan kalian bahas maka untuk selanjutnya kita akan berdiskusi dengan tanya jawab, saya minta dari kalian untuk mencoba mengeluarkan pendapatnya masing-masing.
Apakah kalian sudah siap?

Melakukan proses Tanya jawab dengan terbuka.

3.      Pembahasan Topik
Pembahasan topik berdasarkan kesepakatan anggota

4.      Selingan
Untuk menghilangkan kepenatan dari anggota kelompok alangkah baiknya mengadakan selingan.
Contoh Dialog :

Baik teman-teman agar kita tidak merasa penat, coba berdiri sejenak dan putar badan ke kanan dan ke kiri.
           
5.      Kesimpulan
Menarik kesimpulan dari hasil diskusi.
Contoh Dialog :

Setelah kita membahas topik tersebut, sekarang apa yang dapat disimpulkan dari pembahasan ini?

Pemimpin kelompok membahas dan menunjuk satu persatu anggota kelompok untuk menyimpulkan hasil dari diskusi.


Tahap Pengakhiran

1.         Mengingat kegiatan akan berakhir dan pemberian kesan dari masing-masing anggota kelompok.
Contoh Dialog :

Berdasarkan dari hasil kesepakatan waktu, ternyata waktu kita tinggal 15 menit lagi….
Bagaimana kalau kita gunakan sisa waktu ini untuk mengemukakan kesan dari kegiatan ini….

2.      Memberikan Laiseg

Dalam  hal ini pemimpin kelompok memberikan Penilaian Segera atau biasa disebut Laiseg. Yaitu pemimpin kelompok menilai dari anggota kelompok, dimana anggota kelompok yang aktif dan anggota kelompok yang pasif.

3.      Mengucapkan terimakasih
Pemimpin kelompok mengucapkan terimakasih kepada seluruh anggota kelompok.
Contoh Dialog :

Saya ucapkan banyak terimakasih kepada teman-teman semua yang sudah bersedia mengikuti kegiatan pada hari ini. Semoga ada manfaat yang dapat kita ambil dari kegitan ini.

4.      Berdoa untuk penutup
Contoh Dialog :

Untuk mengakhiri kegiatan hari ini alangkah baiknya kita berdoa bersama. Berdoa mulai…. Selesai….
           Saya akhiri Wassalamualaikum Wr. Wb.


Seven Habits

KEBIASAAN 1 -  7

 Kebiasaan 1 - Jadilah Proaktif

    Kita diberitahu, dalam bisnis, bahwa kita harus proaktif , dan secara luas apa yang dimaksud dengan itu adalah untuk memfokuskan upaya dan perhatian kita pada jangka panjang dan berpikir dalam hal konsekuensi jangka panjang dari tindakan kita.
    Covey kontras bersikap proaktif atau memiliki mental proaktif dengan menjadi reaktif. Reaktif orang, katanya, adalah mereka yang mengundurkan diri untuk kebenaran bahwa apa pun yang mereka lakukan di masa sekarang dapat tidak berpengaruh pada keadaan mereka. Dan yang menarik, bagi orang-orang reaktif, itu benar-benar adalah kebenaran, karena apapun yang kita percaya pada kami hati mempengaruhi pikiran, kata dan tindakan. Jika kita benar-benar percaya bahwa kita dapat berbuat apa-apa bos tidak masuk akal kita atau kejadian sehari-hari dalam hidup kita, maka kita hanya tidak berusaha.
    Orang-orang proaktif, di sisi lain, tidak hanya akan menerima bahwa tidak ada yang dapat dilakukan tentang bos yang tidak beralasan atau peristiwa kehidupan mereka sehari-hari akan menunjukkan bahwa selalu ada pilihan. Ini adalah dengan keputusan yang kita buat, respons kita terhadap orang, kejadian dan keadaan yang orang proaktif dapat dan memang mempengaruhi masa depan. Kita mungkin tidak memiliki kontrol atas apa hidup melempar pada kami tapi kami selalu memiliki pilihan tentang bagaimana kita untuk merespon.
    Sekarang ini gagasan bahwa memiliki sikap tertentu dari pikiran (yang benar-benar di mana kebiasaan ini dimulai) dapat membuat perbedaan besar dan positif untuk hampir semua yang kita alami dalam kehidupan asing bagi mereka yang sudah diinternalisasi kebiasaan yang berlawanan sebagai bagian dari mereka kepribadian. Bagi sebagian orang, kaca selalu setengah kosong dan perasaan melankolis adalah pengingat yang menyenangkan bahwa ada sesuatu yang memang hilang. Untuk orang seperti itu, kebiasaan ini merupakan pil pahit yang harus ditelan - tetapi, kata Covey, juga benar-benar membebaskan.
    Ketika kita akhirnya siap untuk menerima tanggung jawab penuh untuk efek yang nyata dalam hidup kita, ketika kita memiliki kekuatan karakter untuk mengakuinya ketika kita membuat kesalahan (bahkan yang besar), ketika kita benar-benar bebas untuk melakukan pilihan yang tersedia untuk kita dalam setiap situasi, maka dapat dikatakan bahwa kita akhirnya terinternalisasi kebiasaan ini. Yang lain enam dari kebiasaan mengharuskan kami pertama bekerja pada karakter dasar kita dengan menjadi proaktif dan dengan demikian mengubah diri kita menjadi pria dan wanita yang memiliki integritas.

 Kebiasaan 2 - Mulai dengan Tujuan Akhir


    Pada kebiasaan yang kedua berisi  tentang banyak orang di barat mengidentifikasi frustrasi dengan sukses. Menjadi sukses di karir mereka dipilih dan berkomitmen untuk kemajuan mereka datang untuk menyadari bahwa tidak, dalam analisis akhir, membawa rasa kepuasan nyata. Alasan untuk ini ketidakpuasan utamanya adalah bahwa mereka tidak mulai dengan akhir dalam pikiran. Bagi banyak orang, tidak hanya bahwa mereka tidak mulai dengan akhir dalam pikiran; ia pergi sedikit lebih dalam - mereka tidak pernah mendapatkan sekitar untuk mendefinisikan akhir itu sendiri sehingga mereka tidak bisa mulai dengan akhir dalam pikiran. Akhir ini merupakan tujuan hidup Anda. Sampai Anda dapat mengatakan apa tujuan itu, dengan jaminan, maka Anda hanya tidak dapat mengarahkan hidup Anda dengan cara yang akan membawa Anda kepuasan terbesar.
    Tidak ada jalan pintas di sini. Untuk melakukan kebiasaan ini, Anda harus memiliki mimpi, menentukan visi Anda sendiri dan mendapatkan ke dalam praktek menetapkan tujuan yang akan memungkinkan Anda untuk membuat kemajuan terukur menuju mimpi. Jika Anda mempraktekkan iman, maka Anda akan ingin untuk mempertimbangkan bagaimana ini mempengaruhi tujuan hidup Anda, Anda masih perlu untuk terlibat dalam dalam pemeriksaan diri untuk mencari tahu persis apa yang akan membawa anda. Sampai Anda telah menetapkan visi Anda - mimpi besar yang Anda akan bekerja - Anda tidak akan dapat beralih ke kebiasaan 3 yang memberikan kerangka dasar bagi Anda untuk kembali menyelaraskan usaha Anda sehingga Anda akhirnya akan mencapai keinginan hati Anda .


Kebiasaan 3 - First Things First

    Ini plot konsep urgensi dan pentingnya terhadap satu sama lain, dan merupakan mana Anda menghabiskan waktu Anda. Untuk benar-benar memahami dan menerapkan kebiasaan ini, Anda harus memiliki kebiasaan pertama dilakukan 2 - yaitu, Anda sudah harus menentukan apa yang penting bagi Anda. Tanpa terlebih dahulu melakukan hal ini, Anda tidak bisa memisahkan apa yang penting dari apa yang tidak penting.
    Representasi ini menunjukkan empat kategori permintaan yang mungkin dibuat pada waktu Anda. Kuadran 1 terdiri dari kegiatan yang keduanya mendesak dan penting - dengan kata lain, hal-hal yang Anda benar-benar harus hadir. Mengapa harus Anda lakukan hal ini? Karena mereka adalah penting - yang berarti bahwa mereka berkontribusi pada misi Anda, dan mereka mendesak - yang berarti bahwa mereka memiliki semacam batas waktu terkait dengan mereka.
    Pilihan tentang mana harus menginvestasikan waktu Anda benar-benar dibuat dalam kategori lain, dan kebanyakan orang - didorong oleh konsep urgensi - bisa ditarik ke dalam Kuadran 3;. Melakukan hal yang menyita waktu mereka, tetapi tidak memberikan kontribusi terhadap tujuan mereka Orang yang Sangat Efektif ( ya mereka semua cocok bersama Anda lihat) memahami bahwa kegiatan leverage yang tinggi semua kuadran 2 - penting tapi tidak mendesak. Perencanaan, persiapan, pencegahan, membangun hubungan, membaca, meningkatkan pengetahuan profesional Anda dan olahraga merupakan contoh kuadran 2 kegiatan - bukan daftar lengkap, dengan cara apapun.
    Kita semua tahu secara intuitif bahwa kuadran 2 kegiatan adalah kunci untuk mendapatkan hasil, tetapi Anda harus telah menguasai dua kebiasaan terlebih dahulu sebelum Anda bisa mendapatkan keuntungan dari leverage yang tinggi kebiasaan  membawa ini. Dengan kata lain, Anda harus terlebih dahulu telah mengembangkan kekuatan karakter (proaktif) yang memungkinkan Anda untuk dapat mengatakan tidak untuk tuntutan atas waktu Anda yang masuk dalam Kuadran 2 dan 3; dan Anda juga harus telah didefinisikan apa yang penting artinya bagi Anda - jika tidak Kuadran tidak ada.
    Sederhananya  mendapatkan pikiran Anda benar; mendefinisikan apa yang penting, kemudian mengatur kehidupan Anda untuk memaksimalkan upaya anda. Dengan menghabiskan waktu yang tepat pada kegiatan, Anda akan mendapatkan kontrol atas keadaan hidup Anda, benar-benar akan semakin kecil karena Anda akan diantisipasi dan disiapkan untuk banyak aktivitas. Berkonsentrasi pada kuadran 2 adalah mutlak penting untuk mencapai kesuksesan.


Kebiasaan 4 - Think Win Win
   
    Berikutnya dari 7 Kebiasaan adalah - Berpikir Menang-Menang. Kebiasaan ini lagi sikap pikiran. Ini menyangkut membina sikap yang berkomitmen untuk selalu menemukan solusi yang benar-benar akan menguntungkan kedua sisi sengketa. Solusi tidak, tentu saja, ada dalam diri mereka, mereka harus diciptakan. Dan, bahkan jika kita tidak dapat melihat solusi untuk masalah tertentu, bukan berarti bahwa tidak ada solusi seperti itu tidak ada. Ide menang-menang tidak berdasarkan kompromi yang mana sebagian besar sengketa secara alami berakhir. Tetapi kompromi adalah hasil dari tidak sinergi dengan benar memahami kemungkinan situasi.
    Semakin Anda mempraktikkan kebiasaan ini, lebih berkomitmen Anda akan menjadi seperti Anda menemukan solusi yang benar-benar melakukannya menguntungkan kedua belah pihak, di mana awalnya tampak seolah-olah ada kesepakatan seperti itu mungkin tercapai. Upaya ini bukan menghabiskan mencoba memahami, yang mana kebiasaan 5 yang Anda lihat, mereka juga berurutan.


Kebiasaan 5 - Berusaha Memahami Dahulu
kemudian Dipahami

    Kebiasaan kelima adalah Berusaha Memahami Dahulu. Apa yang kebanyakan orang lakukan, secara alami, ketika terlibat dalam beberapa jenis diskusi, pertemuan atau dialog adalah persis sebaliknya mereka mencari pertama untuk dipahami. Dan, seperti Stephen Covey mengatakan, ketika kedua belah pihak mencoba untuk dipahami, tidak ada pihak benar-benar mendengarkan; dia sebut seperti interaksi, 'dialog dari orang tuli'. Kebiasaan ini merupakan kunci penting untuk hubungan antar-pribadi dan tampaknya hampir magis dalam kemampuannya untuk mengubah jalannya diskusi. Mengapa? Karena dengan membuat investasi waktu dan upaya yang diperlukan untuk memahami pihak lain, dinamika pertukaran tersebut secara halus terpengaruh.
    Kebiasaan ini tidak hanya tentang membiarkan orang lain berbicara pertama; menyangkut benar-benar membuat upaya untuk memahami apa yang dikatakan. Ini adalah tentang memahami bahwa kebiasaan alam pikiran kita adalah salah paham. Anda mungkin ingin melihat pada jawaban yang diberikan oleh anak sekolah pada ujian sejarah yang menggambarkan prinsip kami, ini tidak berbeda!
    Namun jika, kami siap untuk menginvestasikan waktu dan usaha untuk benar-benar memahami posisi orang lain, dan untuk masuk ke dalam kebiasaan pengeluaran bagian pertama diskusi demikian, kemudian, ketika dirasakan oleh orang lain yang Anda lakukan memang mengerti, perubahan dinamis. Orang menjadi lebih terbuka, lebih mendidik, lebih tertarik pada apa yang Anda mungkin harus berkata dan dengan saling pengertian yang mengalir dari kebiasaan ini, Anda siap untuk berlatih kebiasaan 6; yang menyangkut kreatif mencari solusi.


Kebiasaan 6 - Bersinergi (Synergise)

    Keenam dari kebiasaan adalah - mensinergikan. Kebiasaan ini melibatkan Anda meletakkan kepala Anda bersama-sama dengan pihak lain atau pihak untuk kreatif brainstorming solusi sinergis untuk sebuah masalah yaitu untuk menemukan solusi yang berisi menang-menang manfaat. Ini hanya dapat dilakukan jika Anda telah berhasil pertama dipraktekkan kebiasaan 4 dan 5. Definisi terkenal sinergi adalah sebagai berikut:
Ketika keseluruhan lebih besar daripada jumlah bagian-bagiannya.
    Mencari sinergis solusi berarti mencari solusi yang lebih baik dari salah satu pihak pertama mungkin mengusulkan. Solusi tersebut hanya dapat ditemukan jika kedua belah pihak benar-benar memahami posisi pihak lain buah dari kebiasaan 4 dan 5.
    Menempatkan kebiasaan 4, 5 dan 6 bersama-sama, Anda memiliki model sempurna untuk interaksi manusia. Sederhananya: pertama secara mental berkomitmen untuk gagasan bahwa solusi yang akan menguntungkan semua pihak dapat dibangun; berikutnya menginvestasikan waktu dan usaha yang diperlukan untuk benar-benar memahami pihak lain dan melakukan yang pertama, akhirnya kreatif brainstorming solusi sinergis - produk alami saling pengertian dan hormat.





Kebiasaan 7 - Mengasah Gergaji

    Kebiasaan terakhir dari 7 Kebiasaan adalah - Mengasah Gergaji. In this habit, you Dalam kebiasaan ini, Anda gergaji, dan untuk Mengasah Gergaji adalah untuk menjadi lebih baik, lebih tajam dan lebih efektif Manusia yang Sangat Efektif selalu mengambil waktu untuk Mengasah Gergaji.. Yang dimaksud dengan Sharpening Saw adalah untuk secara teratur terlibat dalam latihan dari tiga dimensi yang membentuk kondisi manusia: tubuh, pikiran dan jiwa. Covey juga menambahkan dimensi keempat - antar-pribadi.

Spiritual Exercise Latihan Spiritual
    Mari kita mulai dengan mempertimbangkan Latihan Spiritual - ini adalah daerah yang mungkin yang paling disalah pahami. Saya percaya bahwa, di barat, kita telah menjadi buta secara rohani. Kemajuan, pendidikan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa kita untuk membangun pandangan dunia dan alam semesta yang tidak termasuk badan Allah. Freud terkenal mengatakan bahwa itu adalah orang yang membuat Allah menurut gambar ayahnya. Hal ini, tentu saja, pernyataan yang sangat pintar dan tidak satu saya ingin tantangan di sini - apakah ini pernyataan atau sebaliknya adalah benar bagi Anda untuk memutuskan. Namun, karena barat telah, pada umumnya, iman ditinggalkan dalam Tuhan pencipta, sehingga secara bersamaan telah meninggalkan gagasan bahwa kehidupan memiliki makna atau tujuan, dan itu adalah tujuan dan arah dalam hidup yang kebiasaan ini sebut sebagai Latihan Rohani. Tentu saja, jika Anda adalah orang yang religius, maka akan ada dasi-up di sini dengan iman pribadi Anda, namun jika Anda tidak beragama, tidak juga meninggalkan ide bahwa kehidupan memiliki tujuan khusus untuk Anda.
    Untuk latihan rohani, saya menyarankan Anda mempertimbangkan terlibat dalam beberapa bentuk meditasi. Meditasi melibatkan secara teratur duduk dalam posisi santai dan berpikir tentang apa-apa untuk jangka waktu sekitar 10 atau 15 menit. Mengapa praktek ini harus membawa manfaat materi adalah pertanyaan menarik. Anda mungkin mempertimbangkan bahwa Anda bersantai pikiran Anda cukup cukup ketika Anda tidur, tapi ternyata kita tidak benar-benar bersantai pikiran kita ketika kita tidur. Otak adalah aktif selama tidur - selama tidur REM, otak tampaknya pengolahan informasi. Meskipun belum diketahui persis apa yang dilakukannya, otak tentu tidak pasif dan pikiran tidak santai saat tidur. Meditasi adalah praktek mendisiplinkan pikiran, Sangat sulit untuk melakukan pada awalnya, tetapi jika Anda tetap dengan itu, manfaat kesehatan yang positif akan mengikuti.

Latihan Fisik
    Biasa aerobik, latihan fisik sangat penting untuk kesehatan, energi dan rasa kesejahteraan. Tentu, Anda harus selalu berkonsultasi dengan dokter atau dokter sebelum Anda memulai pada setiap kursus latihan fisik, dan harus jelas bahwa nasihat profesional seperti dapat diberikan, harus selalu diperhitungkan.
    Untuk praktek ini bagian dari Kebiasaan 7 mengharuskan Anda berkomitmen untuk setidaknya tiga sesi setidaknya dua puluh menit per minggu. Jika Anda belum terlibat dalam jenis latihan, Anda akan menemukan bahwa setelah jangka waktu sekitar enam minggu, Anda akan merasa jauh lebih baik, lebih sehat dan memang tubuh Anda akan menjadi lebih efisien dalam pengolahan oksigen - yang adalah kunci untuk energi .

Latihan Mental
    Tanyakan pada diri Anda pertanyaan ini. Apa yang saya lakukan untuk mempertajam pikiran saya? Apakah saya terlibat dalam program pendidikan atau pembelajaran dari beberapa jenis? Apa yang saya lakukan untuk meningkatkan pengetahuan profesional saya?
    Bagaimana Anda harus pergi tentang ini bagian dari kebiasaan ini, tentu saja, bagi Anda untuk memutuskan, tetapi Anda harus memastikan bahwa Anda membaca secara teratur. Apa yang harus Anda baca? Tentu Anda ingin menempatkan dalam hal yang baik - sehingga tidak kasus membaca untuk kepentingan diri sendiri, melainkan bahan bacaan terpilih yang memungkinkan Anda untuk memperluas dan memperdalam pemahaman Anda.
Anda secara alami akan membayar perhatian khusus ke daerah-daerah penting yang didefinisikan dalam kebiasaan 2, tapi Anda juga harus mempertimbangkan membaca semua karya-karya besar sastra dan juga sastra kebijaksanaan kuno yang mencakup buku-buku seperti Mazmur dan Amsal.


















BK FAMILY